Rabu, 23 Desember 2015

Minggu Pagi Tanpa Kendaraan Pribadi (Kumpulan Foto)

Refleksi warga yang melintas di sekitar bunderan Hotel Indonesia,
Jakarta (13/12/15).


Artikel ini bukan berisikan tentang cerita mereka yang terkepung oleh banjir diantara gedung-gedung tinggi, ataupun macetnya kota Jakarta yang belum teratasi hingga saat ini. Tidak pula artikel ini akan membahas  pemandangan kontras rumah-rumah kumuh, dibalik megahnya gedung-gedung tinggi Jakarta itu. Melainkan, artikel ini hanya berisi sekumpulan foto, dari kegiatan-kegiatan masyarakat di jalan Sudirman - Thamrin, Jakarta, yang digunakan sebagai jalan hari bebas kendaraan, atau lebih tepatnya hari bebas kendaraan bermotor, yang di selenggarakan setiap hari minggu pagi, dari jam 06.00 - 11.00 WIB.


Berikut foto-foto diambil yang di sekitar jalan Sudirman - Thamrin, Jakarta, minggu (13/12/15).

Sebagian warga memanfaatkan hari bebas kendaraan untuk berolahraga,
di jalan Sudirman, Jakarta, (13/12/15)

Seorang warga melintasI salah satu jembatan penyebrangan di antara
gedung-gedung tinggi, yang terletak di sekitar jalan Sudirman, Jakarta, (13/12/15).


Bus transjakarta melintas di depan gedung Davinci yang terletak
 di jalan Sudirman, Jakarta (13/12/15).  Hanya bus transjakarta yang menjadi transportasi
yang dapat melewati jalan-jalan di  area hari bebas kendaraan

Anak - anak melihat commuterline yang melintas di jalur krl yang menuju
 ke staisun Sudirman, Jakarta, (13/12/15).



Komunitas sepeda yang berkumpul di sekitar bunderan Hotel Indonesia,
 Jakarta, (13/12/15).

Hari bebas kendaraan juga berfungsi sebagai pasar, beberapa pedagang akan terlihat
di pinggir jalan menawarkan barang dagannya, Jakarta, (13/12/15).

Refleksi seorang tukang sampah yang berdiri di depan salah satu gedung yang 
terletak di jalan Thamrin, Jakarta, (1 3/12/15).
 Kegiatan hari bebas kendaraan juga selalu menyisahkan
banyak sampah, dari warga yang harus di bersihkan di setiap minggu.

Selasa, 08 Desember 2015

Nostalgia Pasar Malam


Bianglala adalah salah satu wahana yang berada
 di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan, (26/11/15).
Beberapa pekan lalu Pemerintah kota Tangerang Selatan menggelar suatu festival, yang turut menyediakan salah satu hiburan  yang  mengingatkan pada masa lampau, dan “pasar malam” adalah nama hiburan itu. Istilah pasar malam mungkin masih sering terdengar dan juga masih tampak wujudnya.  Namun, kesan pasar malam yang saat bocah dulu kuanggap sebagai hiburan rakyat itu seakan mulai pudar, berganti menjadi ajang bertemu pedagang dan pembeli.  Beruntunglah, Pemerintah kota Tangerang Selatan, menghidupkan kembali nostalgia saat  masih bocah dahulu.


Pasar malam yang di selenggarakan pada waktu itu, berlokasi di tanah lapang yang cukup luas di pusat kota BSD, Tangerang Selatan. Beberapa wahana bermain yang tersedia seperti bianglala, dan komedi putar, mungkin masih bisa di jumpai di Dufan, Jakarta. Namun, salah satu hal menarik dari hiburan pasar malam adalah atraksi tong setan, yang menjadi favorit untuk beberapa orang. Yang membuat para penonton berdecak kagum adalah, kepiawaian pengendara motor melintasi tong yang tingginya hampir setara dengan rumah bertingkat, seolah membuat joki tersebut melawan hukum gravitasi. kurang lengkap rasanya, bila menyebut nama pasar tanpa pedagang, beberapa pedagang biasanya akan terlihat di sudut-sudut pasar malam. Dan salah satu jajanan yang juga menjadi ciri khas dari pasar malam adalah,  gulali atau arumanis yang menambah kesan manis dari nostalgia hiburan rakyat tersebut.


Berikut beberapa foto yang diambil  di pasar malam tersebut. 

Salah satu loket tiket di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan,
 (24/11/15).

Atraksi tong setan yang menjadi salah satu wahan favorit
di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan, (26/11/15)

salah satu wahana yang mirip dengan kora-kora yang ada di dufan,
di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan (24/11/15).

salah satu wahana di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan (24/11/15).

Permainan lempar gelang, di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan,
(24/11/15).

Permainan angkat botol di pasar malam, BSD, Tangerang Selatan
(24/11/15).

Pedagang gulali atau arumanis di pasar malam, BSD,
Tangerang Selatan, ( 24/11/15).



Minggu, 22 November 2015

Melipir ke Pantai Tanjung Lesung, Banten.


Pantai Tanjung Lesung, Banten, (20/11/15).
Lagu (I Got) Johnny In My Head dari band Tenage Death Star, telah mengambang di gendang telingaku mengawali perjalan kali ini. Ratusan kilometer jarak yang harus ditempuh, dari Serpong menuju Pantai Tanjung Lesung yang berada di sekitar Ujung Kulon, Banten. Liburan ini sesungguhnya adalah kegiatan kantor bapake, yang setiap tahunnya memang sering mengadakan liburan keluarga. Walaupun tempat yang akan dikunjungi tak seistimewa Pulau Lombok ataupun Raja Ampat. Namun, tak ada salahnya mengikuti liburan sederhana ini, untuk menghilangkan penat dari dunia perkuliahan sementara.

Pihak cottage menyambut kedatangan pengunjung dengan tari-tarian
di pantai Tanjung Lesung, Banten, (20/12/15).
Sekitar 5 jam perjalanan barulah rombongan sampai tujuan,disambut welcome drink dan penjaga cottage yg bertelanjang dada. Tubuh mereka berkalungkan bunga-bunga, ditambah ritual tari-tarian menambah kesan seperti di pulau Hawaii saja.Terlihat berbagai arena olahraga sederhana di sekitar cottage, sepeti ring basket, tempat bermain badminton dan kolam renang.
Kolam renang yang disediakan pihak cottage
di pantai Tanjung Lesung, Banten, (20/11/15).
Setelah solat juma't dan makan siang, beristirahat adalah tujuan utamaku. Aku seolah tak peduli kegiatan selanjutnya, kuanggap  hanya kegiatan biasa-biasa saja. Sorenya aku keluar dari kamar, kulihat orang-orang telah mengambang di air kolam. Cuaca mendung  yang membungkus langit Banten, tak cukup ampuh mengahalau bulatan matahari bewarna merah, yang muncul walau sekejap, kemudian tertutup kembali oleh warna abu-abu langit mendung. Malamnya kegiatan diisi acara makan-makan, menunya barbeque khas orang barat dicampur ikan bakar khas pesisir, lalu dilanjut karaoke dan games kecil-kecilan. Kuputuskan kembali kekamar, membaca buku, lalu terlelap.
Pantai Tanjung Lesung, Banten, (21/11/15).
Jam setengah 6 pagi, setelah solat subuh, aku telah keluar mencari mentari pagi, warna kuningnya terlihat samar dan warna biru mulai mendominasi langit pagi itu. Bapake yang  asik berolahraga menghampiriku, mengajak  ke sisi lain dari pantai ini,  ada jembatan dermaga yang bagus untuk berfoto katanya. Benar saja, baru sebentar berada diatas jembatan, lingkaran  kuning telah muncul dari balik selimut awan. Cahayanya menghasilkan pantulan kuning di laut, menambah hiasan di pagi itu.Sesegera mungkin kuabadikan momen tersebut, karena itulah tujuan utamaku sesungguhnya.
Matahari terbit di pantai Tanjung Lesung, Banten, (21/11/15.
Sekitar jam 9 rombongan kantor bapake telah berkumpul di beach club, tak jauh dari jembatan tempatku berdiri  kurang lebih 2 jam sebelumnya. Seperti pantai pada umumnya, kebanyakan pengunjung pasti terlihat basah, dari orang-orang yang hanya bermain di pinggir pantai  hingga yg cukup ekstrem, terjatuh dari  dari permainan banana boat. Air laut yg cukup jernih tak kalah menarik membuat beberapa pengunjung untuk bersnorkeling, melihat pemandangan laut hingga kedasarnya.Namun, tak satupun dari permainanan itu yg membuatku ingin mencoba, karena memang aku tak punya keahlian dalam bidang berenang, dan  kuputuskan kembali kekamar untuk bersantai.

Wisatawan bermain di pinggir pantai Tanjung Lesung, Banten, (21/11/15).
Banana boat sebagai salah satu hiburan yang tersedia
 di pantai Tanjung Lesung, Banten, (21/11/15).
Jam 11 mobil bus telah bersiap mengantarkan kami kembali. sebelum pulang ritual  foto bersama adalah hal wajib, hingga suara rintik hujan yang mengahantam kaca beradu dengan musik dewa 19 dari audio mobil menemani perjalanan pulang.

Kamis, 03 September 2015

JELAJAH BANYUWANGI : PANTAI PULAU MERAH, PANTAI TELUK IJO, DAN KAWAH IJEN.

Sebuah pertunjukan wayang  membangunkanku di sebuah bus, dalam perjalanan ke pantai pulau merah, pandanganku hanya tertuju pada gerak tangan seorang kakek tua yang menggerakan wayang, ada pun  bahasa Jawa yang diucapkan, tak sedikit pun kumengerti. Setelah Kurang lebih 3 jam perjalanan, kami  bertiga diturunkan di sebuah perempatan di daerah Jajag, dari lokasi ini, 2 pengojek lantas mengantarkan kami  ke tempat tujuan, langit mendung beserta rasa lelah mengiringi satu setengah jam perjalanan kami untuk sampai ke pantai pulau merah.  Selanjutnya, kami mengahampiri  salah satu warung yang berjejer di pantai pulau merah dengan 2  maksud tertentu yaitu, makan dan bertanya tentang penginapan. Dan berkat bantuan pemilik warung,  kami akhirnya menginap  di sebuah homestay dengan harga Rp. 150.000/malam. Dan di kamar inilah ego mulai memuncak, percakapan tentang perjalanan selanjutnya dan keuangan yang mulai menipis memaksa kami untuk memutar otak untuk mengisi  perjalanan 3 hari kedepan, terlintas dari ingatanku pengojek yang tadi mengantarkan, sempat menawarkan sebuah destinasi ke pantai teluk ijo yang masih berada di daerah Banyuwangi, sedangkan  Adit dan Toge, masih terbayang dengan keindahan kawah ijen yang seharusnya menjadi perjalanan selajutnya. Beruntungnya, di homestay ini  kami bertemu dengan pemuda berbadan gempal dan berkulit hitam bernama Nanang  yang  menawarkan sebuah destinasi yang cukup murah, dengan biaya Rp. 750.000 kami akan diantarkan menggunakan mobil ke pantai teluk ijo dan kawah ijen.  Muncul rasa ragu, namun ini menerupakan penawaran menarik, akhirnya kami mengajaknya ngobrol dengan seksama, dan kesepakatan tercapai. Esok lusa kami akan diantarkannya. Hari esoknya saya terbangun pada pukul 7 pagi, dan 2 teman ini masih terlena oleh kasur yang ditidurinya. Kamera dan tripod telah berada di genggaman dan kaki telah berjalan melintasi pasir putih, yang akan tampak kemerahan bila terlihat dari kejauhan. mungkin inilah salah satu alasan kenapa pantai ini dinamakan pantai pulau merah.  Matahari mulai meninggi, deburan ombak menghantam  bukit hijau yang berdiri kokoh diantara pasir dan laut. Bebrapa turis luar terlihat menantang deburan ombak itu dengan sebuah papan seluncur, dan mata ini terus  mencari momen terbaik yang akan terbingkai dalam sebuah kamera. 

Pantai Pulau Merah, (8/8/15).


Akhirnya Adit dan Toge muncul dari balik pepohonan dan payung teduh yg tertancap dekat kursi malas. Ketika sampai pada waktu berfoto kami seakan sibuk dengan kamera masing – masing  dan perasaan angkuh yang ingin menghasilkan foto terbaik . Kaki ini terus menyusuri pasir, dan beberapa jejak kaki sebelumnya telah tersapu oleh deburan ombak. Pantai mulai rame diisi pengunjung,  Bebarapa kendaraan terlihat terparkir dibalik pepohonan, dan tubuh ini memustuskan untuk  beristirahat, dari kejauhan Adit mulai menghampiri dan mengajak sarapan.  Sedangkan Toge masih sibuk berburu foto dan belum nampak dari penglihatanku. Perut telah terisi dan kami berdua telah berada di homestay, tak lama Toge juga telah muncul  di kamar. Kami bertiga sepakat akan menginap semalam lagi di homestay ini, tapi kabar tak enak mengahampiri, kami harus pindah ke  homestay lain, karena kamar ini telah di booking orang dari jauh hari.  Beruntung, pemiliknya berbaik hati mengantarkan kami ke homestay serupa milik tetangganya, dengan biaya yang sama. Siang hari di homestay baru, kami menunggu datangnya senja , langit masih nampak seperti biasa, warna biru yang  dihiasi bercak-bercak putih. Namun, mujur  tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, sampai pada senja hari matahari bulat itu tak menampakkan diri, diikuti langit kuning beserta warna ungunya.  Hanya ada warna abu- abu pada langit dan kapal nelayan yang mulai muncul dari laut kejauhan beserta suara ombak yang mengisi kuping. Ada yang mengatakan,  bahwa ini pengaruh dari  erupsi gunung raung yang menutup langit beberapa daerah di Jawa Timur. Dan hanya rasa syukur yang bisa mengobati  rasa rindu ini akan senja .  Dalam hati hanya bisa berkata masih beruntung kami bisa sampai disini dengan izinNYA. Malam hari, di warung  kecil dengan cat putih, pemuda bernama Nanang yang kemarin menawarkan jasanya datang menghampiri kami. Kali ini ia datang membawa teman bernama  Aad, ia mengubah rencana dengan  menawarkan motor  yang akan mengiringi perjalanan esok dan bonusnya kami akan menginap dirumahnya selama sehari dengan biaya yg sama. Seruput kopi terakahir mengiringi selesainya percakapan dimalam hari dan kami kembali ke homestay untuk menyambut esok pagi.

Keesokan pagi sesuai dengan rencana, kami telah bangun jam 9 pagi, dan bergegas berangkat pada pukul  11,  mas Nanang dan mas Aad  telah siap, dan mereka membawa satu teman lagi bernama Edhi, 3 motor telah cukup mangantarkan kami menuju pantai teluk ijo. Dalam perjalanan ini kami memasuki perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara, sepanjang jalan tampak pohon kakao, dan pohon karet yang menjulang tinggi, sebagian jalanan rusak juga mengiringi perjalan kami.  Sialnya, motor mas Nanang mendapatkan sedikit kendala, ban yang nampaknya sudah gundul itu meledus di perjalanan,tapi beruntung sebuah bengkel kecil di pinggir jalan bisa menyelesaikan masalah itu.  Perjalanan kembali dilanjutkan, laut lepas tampak mulai keliatan dari kejauhan,  beberapa tanjakan dan bebatuan juga menjadi  sedikit tantangan, dan sampailah kami pada parkiran. Namun, perjalanan tak lantas selesai, kami harus berjalan lagi sekitar 3 kiloan dari parkiran motor, kali ini mas Nanang, Aad, dan Edhie tak ikut mengantarkan, tapi  ia menyuruh  2 teman lain yang ditemuinya di jalan. Melewati berbagai anak tangga adalah jalannya  dan   pemandangan pantai batu adalah sedikit pemanis untuk bisa sampai di teluk ijo.  Sebuah papan  bertuliskan selamat datang di pantai teluk ijo menyambut kedatangan, sedangkan  laut yang berwarna hijau sungguh indah dipandang.  Orang – orang telah ramai berdatangan, dan beberapa diantaranya diantarkan oleh kapal dari pantai rajegwesi yang juga tak jauh dari pantai teluk ijo. 

Pantai Teluk Ijo, (9/8/15).
Setelah puas berfoto saya berjalan menaiki bebatuan karang untuk menikmati indahnya panorama ini. Sayang,  kami tak lama di tempat ini karena malamnya akan melanjutkan perjalanan ke kawah ijen, di tempat ini juga berbagai peralatan kamera harus hilang dari genggaman,  Mungkin salah satunya hilang di telan ombak.  Kami lantas bergegas kembali melewati medan yang sama untuk kembali di parkiran, dan  mas Nanang menyambut kami di sebuah warung dengan sebuah pertanyaan “gimana, mantapkan?”  saya hanya mengangguk dan tersenyum, mungkin faktor lelah dan kehilangan beberapa alat kamera yang membuatku sedikit malas bicara. Perjalanan pulang tampak melelahkan ditemani langit mendung seperi kemarin hari.  Rumah istri mas nanang menjadi tempat istrirahat untuk tubuh yang lelah ini, dan kamar kosong yang tampak jarang dipakai menjadi tempat tidurku bersama Adit.

Suara berisik diluar kamar membuatku terbangun pada  jam 9 malam, rasa penasaran hendak membawaku pada suara itu, yang tak lain adalah dari tangan mas Nanang yang sedang memperbaiki motornya.  Ia kemudian menyuruhku untuk bersiap-siap, dan tak lama berselang mas Edhi datang menjemput Adit.  Warung makan di daerah Genteng menjadi persinggahan untuk makan malam, dan menunggu Toge yang berisitrahat di basecamp mas Aad.  Sebatang rokok setelah makan cukup untuk menunggu kedatangan mas Aad dan Toge.  Akhirnya perjalan dimulai, dan berbagai masalah dialami motor mas Nanang  dalam perjalanan ini, dari ban yang bocor sampai motor yang tak sanggup mendaki.  Adapun motor mas Edhie kehabisan bensin di tengah perjalanan, tapi  perhentian itu membuatku sangat kagum melihat langit yang tampak dipenuhi bintang-bintang. Beberapa penambang yang hendak berangkat ke kawah  sempat ingin menolong, tapi masalah segera terselesaikan, lalu perjalanan dilanjutkan hingga sampai di parkiran motor, dekat pos jaga kawah ijen. Kali ini mas Aad dan mas Nanang tak ikut perjalanan mendaki ke kawah ijen dan melihat blue fire, kami hanya di temani oleh mas Edhi . Tiket yang telah dibeli, diperiksa di pos jaga, lalu perjalanan dimulai berjalan menyusuri gelapnya malam, dan debu dari tanah yang mengendap masuk kepernapasan.  Bau busuk belerang mulai tercium dari kejauhan dan kami hanya membawa beberapa senter kecil dan masker. Langkah kaki kecil mngiringi, dan jurang tampak disamping kami, beberapa turis mulai terlihat kelelahan dan beristirahat sejenak. Sekitar satu setengah jam perjalanan, sampailah kami pada perhentian terakhir sebelum turun kebawah mulut kawah ijen, dimana para turis bisa melihat blue fire lebih dekat. Tiba-tiba seorang penambang datang menawarkan beberapa masker yang lebih layak, dengan harga Rp. 25.000/masker, awalnya kami ragu karena keuangan  mulai menipis, tapi faktor keselamatan memaksa kami untuk melangkah lebih jauh, penambang tersebut mengatakan bau busuk dari belerang adalah racun dan bisa mamatikan.  Masker telah digunakan dan kami mulai turun kebawah dengan langkah-langkah kecil,  bebatuan yang licin memaksa kami harus berhati-hati dan berjalan pelan. Adapun, beberapa penambang yang berjalan naik, dengan kuatnya mengangkut beberapa kilo belerang sambil menyapa, dan melempar senyuman kepada turis.  Blue fire mulai nampak lebih dekat dan akhirnya kami sampai pada tujuan, beberapa turis mulai mendekat, dan berfoto. Cuaca dingin yang seakan menusuk kulit  membuatku malas untuk bergerak dari tempat, tapi kesempatan ini  cukup sayang bila dilewatkan untuk tidak berfoto.

Beberapa pengunjung memotret blue fire menggunakan  kamera, di kawah ijen, Banyuwangi, Jawa timur (10/8/15). fenomena lue fire hanya bisa disaksikan pada tengah malam hingga menjelang pagi.
Lalu, waktu seakan cepat berlalu, langit tampak mulai memerah dan warna biru api itu mulai terlihat pudar,  kabut tipis tampak beradu oleh asap tebal dari belerang, dan danau hijau mulai tampak nyata dari kejauhan . Beberapa turis terlihat  mulai mendakati danau hijau,  tetapi para penambang yang bekerja  dekat  danau justru lebih menarik pandanganku. Semakin dekat  berjalan kearah  penambang, bau busuk belerang juga seakan tak mau kalah, memasang masker lebih rapat mungkin akan membuatku lebih aman, tapi yag mengeherankan adalah melihat para penambang dengan santainya bekerja tanpa menggunakan masker. 
Penambang belerang, kawah ijen, (10/8/15).
Matahari mulai nampak tinggi, menerangi seluruh kawasan kawah ijen,  dan beberapa turis mulai naik ke atas. Saya bersama Adit dan mas Edhi memutuskan  untuk naik melihat lebih tinggi lagi. Namun, Toge masih asik berfoto di beberapa lokasi. Dari atas panorama yang disajikan memang  tampak lebih indah, bukit bukit yang dibalut oleh kabut tipis,matahari yang muncul diantara pegunungan, dan  siluet kecil manusia yang berjalan diatas perbukitan sungguh sedap dipandang.  Awalnya rasa ragu dan berbagai halangan sempat memutuskan ambisi kami untuk ke Kawah ijen. Namun, kembali lagi dengan IzinNYA, pula kami bertiga akhirnya sampai di tempat yang indah ini. Dan hanya rasa syukur yang  bisa kuucapkan dalam hati. 

Kawah ijen, Banyuwangi, Jawa Timur (10/8/15).

Rabu, 19 Agustus 2015

Taman Nasional Baluran : Africa Van Java


Taman Nasional Baluran, (7/8/15)
“Ga kerasa ya udah mau berangkat” itulah kata-kata yang kuucapkan sebelum kami bertiga berangkat , ini merupakan perjalanan yang kami rencanakan sepulang dari  liburan singkat di Gunung Bromo tahun 2014. Setelah menabung dan mencari-cari  tempat berlibur yang tepat, maka Taman Nasional Baluran yang menjadi tujuan liburan kami di tahun 2015.  Sebenarnya bukan hanya Taman Nasional Baluran yang menjadi tujuan liburan ini, ada beberapa tempat wisata Banyuwangi juga yg ingin kami kunjungi. Namun, disini saya hanya ingin menceritakan pengalaman singkat liburan  di Taman Nasional Baluran. Perjalanan dimulai dari Jakarta (Stasiun Pasar Senen)  menggunakan tranportasi umum kereta api Kertajaya dengan waktu keberangkatan pukul 2 siang dan kami harus menunggu hampir 12 jam di dalam  kereta tersebut, untuk sampai di tujuan akhir Surabaya (Stasiun Pasar Turi) pada pukul setengah 2 pagi. Di Stasiun Pasar Turi kami harus beristirahat dan menunggu datangnya pagi, hingga akhirnya keluar pada pukul 6 pagi untuk mencari bus kota menuju ke Terminal Purabaya atau biasa disebut Bunggurasih (Surabaya). Dari Bungurasih kami mencari Bus tujuan Banyuwangi Via Situbondo, dan dalam perjalanan kami harus berganti bus di Probolinggo hingga sampai di  Situbondo, Jawa Timur, tepatnya  di desa batangan Pada Pukul setengah 3 siang.

Gerbang Taman Nasional Taman Baluran, (6/8/15)
Dari pos penjagaan Taman Nasional Baluran Kami harus membayar Rp.10.000/orang untuk tiket masuk,  dan untuk  menuju ke savana Bekol kami harus menempuh jarak  kurang lebih 12 km dengan menggunakan sepeda motor sewaan seharga Rp.150.000/motor dengan durasi pinjaman selama satu hari. Dalam perjalanan kami bertemu beberapa hewan liar seperti monyet, burung merak, dan beberapa ayam hutan. Rasa senang menghampiri kami ketika dari kejauhan melihat beberapa pohon yang tumbuh dengan jarak saling berjauhan dan salah satu dari pohon terebut terdapat sebuah papan  yang bertuliskan Bekol. Aku tak tahu jenis pohon itu, yang kutahu itu adalah pohon yang sering dijadikan objek foto dan menjadi ciri khas dari Taman Naional Baluran. Gerimis yang tiba – tiba mengucur dari langit tak memutuskan  asa kami untuk segera berfoto di pohon itu,
Savana Bekol Taman Nasional Baluran, (6/8/15)
sesegera mungkin kami memarkirkan motor tanpa langsung menuju ke penginapan yang jaraknya juga tak jauh dari savana Bekol, dan setelah bebera menit puas berfoto, barulah kami mengurus penginapan untuk kami tempati semalam. Tak ada kata lelah dalam benak kami, bahkan setelah kunci penginapan telah didapatkan,  pantai bama adalah tujuan selanjutnya yang berjarak kurang lebih 3 km dari savana Bekol. Perut keroncongan dan waktu yang menunjukan beberapa jam lagi akan menuju gelap memaksa kami untuk segera menancapkan gas motor menuju lokasi pantai tersebut, seperti sebelumnya kami menemui beberapa hewan liar yang sama dalam perjalan ini.  Laut  dan langit yang tampak abu-abu datar disertai suara gemuruh ombak terlihat dan terdengar dari kejauhan. Namun, rasa lapar jugalah yang mengalahkan rasa penasaran kami, kantin yang terletak dekat pantai Bama menjadi tujuan yang tak bisa dilewatkan untuk mengisi perut keroncongan ini. Seperti pantai pada umumnya pasir dan laut adalah pemandangan  yang tampak di depan mata,  tapi yang  berbeda dari pantai Bama adalah puncak keindahannya  ada pada waktu fajar atau sunrise, karena kami berada di lokasi ini  pada waktu sore hari disertai cuaca mendung maka yang tampak hanya warna langit yang hanya terkesan datar, tapi  memotret adalah kegiatan wajib sebelum kembali kepenginapan untuk beristirahat dimalam hari.

Pantai Bama Taman Nasional Baluran, (6/8/15)
Keesokan hari, walaupun istirahat dirasa cukup, tapi rasa kecewa menyelimuti ketika bangun di pagi hari, waktu menunjukan  pukul 7 pagi, dan kami melewatkan sunrise di pantai bama, mungkin faktor lelah dan gerimis di malam hari yang membuat kami malas untuk bangun lebih pagi lagi.  Rasa kecewa pun terobati setalah melihat pemandangan yang lebih tinggi dari menara pandang  yang tak jauh dari penginapan,  gunung  Baluran yang tampak tertutup  sedikit awan dan binatang liar seperti rusa, kerbau dan  kera tampak seperti semut yang berlarian di savana luas bila dilihat dari menara pandang.
Pemandangan dari menara pandang,  (7/8/15) 
Turun dari menara pandang, kami melanjutkan perjalanan menuju kepantai bama lagi  untuk sarapan sebelum keluar dari Taman Nasional Baluran.  Dikantin yang sama dan menu yang sama pula yaitu, nasi goreng berbentuk hati menjadi santapan di pagi hari, tak lama berselang muncul beberpa truk yang mengangkut para pasukan TNI AL dan Tentara dari Amerika Serikat, dengan maksud kedatangannya untuk bekerja sama menanam terumbu karang di dasar laut pantai bama. Rintik hujan  menemani percakapan kami bersama beberapa  orang dari TNI AL,  dan teh hangat sedikit menambah rasa manis dari percakapan tersebut. Hujan telah berhenti dan kami harus kembali kepenginapan untuk  mengeluarkan tas dan perlangkapan, serta mengembalikan kunci kamar di pos penjagaan. Namun, sebelum pergi, berfoto di sekitaran savana Bekol menjadi hal yang wajib. Yah,  hanya sehari berada di Taman Nasional Baluran tak cukup puas rasanya. Namun, dengan berat hati kami harus pergi dan tempat wisata lain juga telah menanti.

Foto bersama di savana Bekol Taman Nasional Baluran, (7/8/15).
  

Berikut video perjalanan kami selama di Taman Nasional Baluran dan beberapa tempat wisata lain di Banyuwangi